“KETELADANAN” ADALAH BAGIAN DARI PENDIDIKAN BERKARAKTER
oleh : Usman Jayadi
Masalah pendidikan, adalah masalah yang selalu hangat untuk dibicarakan di belahan dunia, baik oleh bangsa yang sudah maju maupun oleh bangsa yang belum maju, karena maju-mundurnya suatu bangsa, atau corak dan karakter suatu bangsa tergantung dari sistem pendidikan yang dilakukan bangsa itu.
Semua agama sangat peduli terhadap masalah pendidikan manusia, bahkan menganjurkan pengikutnya untuk melaksanakan pendidikan kepada manusia sejak ia lahir sampai meninggalkan dunia. Rasulullah SAW bersabda: “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian ibu sampai ke liang lahat”
Sejarah mencatat bahwa Rasulullah saw. dalam waktu kurang dari seperempat abad telah berhasil secara gemilang mendidik bangsa Arab dari bangsa yang musyrik menjadi bangsa yang bertauhid, dari bangsa yang beringas menjadi bangsa yang lemah lembut, dari bangsa yang kurang berperadaban menjadi bangsa yang berperadaban, dari bangsa yang gemar bermusuhan menjadi bangsa yang cinta damai, dari bangsa yang pasif menjadi bangsa yang aktif. Sikap ini digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya:
“Dulu kamu berada di tepi jurang neraka, akhirnya Islam (Muhammad) dapat menyelamatkanmu dari bahaya itu”. (QS. Ali Imran ayat 103)
Dan akhirnya mereka dalam sekejap, menjadi pemimpin dunia, disegani oleh manusia di belahan timur maupun di belahan barat. Keadaan ini diakui oleh al-Qur’an sebagai berikut:
“Kamu semua adalah ummat terbaik yang ditampilkan kepada manusia untuk menyerukan kebaikan dan mencegah kemunkaran”. (QS. Ali Imran ayat 110)
Melihat keberhasilan Rasulullah ini, tentu kita semua ingin tahu, kiat apa yang dimiliki Rasul sehingga dalam waktu singkat beliau berhasil dengan gemilang mendidik dan merubah watak manusia seperti di atas?
Bila kita mengulas sejarah perjalanan Rasulillah saw. maka dapat kita tangkap bahwa banyak faktor yang membuat Rasul berhasil dalam mendidik kaumnya menjadi bangsa yang layak menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain. Namun faktor yang paling penting adalah faktorketeladanan dengan akhlak mulia, di mana Rasulullah saw. dalam mendidik kaumnya selalu menggunakan pendekatan akhlak yang mulia. Di antara akhlak Rasul yang mulia itu adalah, sikap shidiq (benar), amanah (jujur), shabar (tabah), dan rahmah (kasih sayang).
Pertama akhlak shidiq dan amanah.
Dapat kita bayangkan bagaimana jadinya kaum Quraisy pada saat peristiwa peletakan kembali Hajar Aswad, bila tidak ada seorang pemuda yang cerdas dan jujur yang bernama Muhammad dalam bertindak dan bersikap, sehingga pertumpahan darah yang nyaris terjadi bisa dihindari, bahkan semua pihak merasa puas dengan tindakannya itu. Kalau saja Muhammad seorang yang ambisius dan tidak tahu amanah, tentu masalah itu akan beres, cukup dengan mengangkat Hajar Aswad itu oleh tangannya sendiri. Tapi Muhammad bukanlah seorang yang suka menggunakan aji mumpung, mumpung dipercaya, maka semuanya dikerjakan sendiri. Sikap amanah ini tentu bardampak positif kepada sahabat-sahabat pengikutnya dalam melaksanakan tugas kekhilafahan. Beliau mengidentikkan orang yang tidak bersikap amanah dengan orang yang tidak beragama: “Tidak ada agamanya bagi orang yang tidak berlaku amanah”.
Kedua , akhlak shabar.
Kalau kita mencari padanan manusia yang memiliki sifat sabar seperti Muhammad saw. pasti tidak akan menemukannya kendati dibandingkan dengan seorang Nabi Ayyub as. Beberapa peristiwa menunjukkan betapa besar kesabaran dan ketabahan Muhammad saw. ketika beliau menghadapi kaumnya yang keras kepala, enggan diajak kepada jalan yang benar. Bagaimana tabahnya Muhammad ketika datang ke penduduk Taif untuk mengajak mereka bertauhid, hanya menyembah Allah, namun mereka menyambutnya dengan cercaan, bahkan mengusir kembali Muhammad beserta sahabatnya dengan tindakan yang tidak manusiawi. Bahkan perlakuan mereka kepada Muhammad saw. dan para sahabatnya (menurut suatu riwayat) membuat malaikat Jibril geregetan sambil menawarkan jasa kepada Muhammad. Hai Muhammad ! Katakanlah kepadaku, apa yang kau inginkan dari tindakan mereka itu ? Andai kau suruh aku membalikkan gunung itu untuk mengubur mereka hidup-hidup, aku siap melaksanakannya. Namun dengan senyum Muhammad menjawab: “Tidak”, biarkan mereka, kemudian berdoa: “Ya Allah, berilah petunjuk kaumku, sebab mereka tidak mengerti”.
Ketiga, sifat rahmah (kasih sayang) .
Kiat ketiga yang dimiliki Rasulullah saw. sehingga beliau berhasil dalam mendidik ummatnya adalah sifat rahmah (kasih sayang) yang selalu menghiasi segala sepak terjangnya. Sifat kasih sayang yang dimiliki Rasul memang sudah dibentuk oleh Allah Swt. dalam dirinya dengan cara alamiah melalui keberadaannya yang yatim sejak ia lahir. Dengan keadaan yatim sejak lahir, beliau sudah ditempa untuk hidup mandiri dan merasakan bagaimana rasanya seorang anak yang tidak mempunyai tempat pengaduan urusan hidupnya, sehingga di kala teman-temannya yang lain mengaduh “hai Bapak”, beliau hanya bisa mengadu “wahai Tuhanku”. Dari situlah tumbuh sifat kasih sayangnya kepada orang lain, karena beliau sendiri merasakan bagaimana rasanya bila dikasihi dan disayangi orang lain.
Betapa kasih sayangnya Rasul kepada ummatnya, ketika datang seorang pemuda meminta izin kepada beliau untuk berzina. Ia elus-elus pemuda itu dengan penuh kasih sayang kebapaan, sambil menyentuh perasaannya. Beliau katakan kepadanya: Anakku, relakah manakala perzinahan itu menimpa ibumu? bibimu? saudarimu? anakmu? dan seterusnya. Seketika itu pula pemuda itu menangis dan mohon ampun.
Betapa besar kasih sayang Rasul kepada ummatnya ketika beliau dan para sahabatnya berhasil merebut kota Mekah sementara orang-orang kafir Quraisy tidak mempunyai kemampuan untuk melawan, beliau tidak mengadakan balas dendam kepada mereka yang telah menyakiti dan mengusirnya. Bahkan ketika orang-orang kafir itu bertanya-tanya, balasan apa yang akan mereka terima dari orang yang telah diusir dan disakitinya? Beliau mengatakan: “Pergilah kalian semua, karena kalian bebas”.
Itulah Muhammad seorang Rasul yang luar biasa kasih sayangnya, beliau bukan seorang yang pendendam, bukan seorang yang otoriter dan sombong, padahal segala keputusan pada saat itu ada di tangannya. Dia tahu persis siapa yang mengusirnya dulu, siapa yang berperan aktif di dalam perang Badar, siapa yang memukulnya, dan membunuh pamannya Hamzah pada perang Uhud, dan tokoh-tokoh kafir Quraisy yang berperan dalam peperangan lainnya. Namun seperti kita saksikan dalam sejarah sikap kasih sayang yang beliau tunjukkan itu, dampak positifnya luar biasa terhadap perkembangan Islam dam sikap kaum maslimin pengikutnya.
Itulah sentuhan-sentuhan kasih sayang yang diperlihatkan Rasulullah saw. dalam mendidik ummatnya untuk menjadi umat yang terbaik, yang layak memimpin dunia. Dan memang dunia ini hanya layak dikelola dan diwarisi oleh orang-orang yang baik.
Inti dari sifat-sifat yang dimiliki Rasulullah saw. dalam mendidik ummatnya adalah keteladan yang ada pada diri beliau. Beliau adalah figur keteladanan yang paripurna bagi semua manusia. Di dalam kepribadian beliau terkumpul seluruh asfek keutamaan pribadi manusia yang agung. Namun demikian, dengan kesempurnaan yang dimiliki, bukan berarti beliau hanya sebagai tokoh dalam bayangan yang tidak bisa diteladani. Justru beliau merupakan teladan bagi siapa saja. Beliau adalah sosok remaja yang berkualitas, suami yang bertanggung jawab, bapak yang penuh kasih, pemimpin yang adil, panglima perang yang tangguh, ahli strategi yang canggih, pedagang yang ulung dan jujur, pemikir yang brilian, dan pendidik yang bijak.
Dewasa ini, keteladanan sudah sangat langka kita jumpai pada diri mereka yang selayaknya menjadi contoh bagi orang lain. Tidak sedikit guru yang mestinya menjadi orang yang digugu dan ditiru, tapi sikap perbuatannya bahkan menjadi membuat bingung murid-muridnya. Para pemimpin formal maupun nonformal yang mestinya menjadi panutan ummat, namun sebaliknya mereka bahkan menjadi buah obrolan negatif di setiap kerumunan mereka. Para penegak hukum yang diharapkan menjadi tumpuan para pencari keadilan, tapi justru mereka menjauhinya dan mencarinya di jalanan bersama para demonstran. Para orang tua yang seharusnya menjadi tempat pengaduan berbagai masalah putra putrinya, justru mereka menghindar dan mengadukan segala permasalahnnya kepada pak ganja, pak ektasi, pak nipam, dan pak-pak narkoba lainnya.
Tiada lain, ini semua adalah akibat krisis yang akut dalam keteladanan dari semua pihak yang mestinya menjadi teladan. Oleh karena itu, mari kita semua, apakah sebagai pendidik, sebagai pemimpin, sebagai orang tua, atau sebagai apa saja, kita tunjukkan keteladan kita kepada orang yang mengharap keteladan dari kita, dengan berpedoman kepada keteladan yang ditunjukkan Rasulullah saw. kepada ummatnya.
Pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran atau nilai yang diajarkan, tetapi lebih kepada upaya penanaman nilai-nilai baik melalui semua mata pelajaran, program pengembangan diri, dan budaya sekolah. Peta nilai yang disajikan dalam naskah ini merupakan contoh penyebaran nilai yang dapat dikembangkan melalui berbagai mata pelajaran, sesuai dengan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang terdapat dalam standar isi (SI); melalui program pengembangan diri, seperti kegiatan rutin sekolah, kegiatan spontan, keteladanan, pengkondisian. Perencanaan pengembangan Pendidikan Karakter ini perlu dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di sekolah yang secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik.
Fungsi Pendidikan karakter adalah untuk mengembangkan, memperkuat potensi pribadi, dan menyaring pengaruh dari luar yang akhirnya dapat membentuk karakter peserta didik yang dapat mencerminkan budaya bangsa Indonesia. Upaya pembentukan karakter dilakukan melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar baik melalui mata pelajaran dan kegiatan pengembangan diri yang dilakukan di kelas serta luar sekolah. Pembiasaan-pembiasan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab dan sebagainya, dimulai dari keluarga dan diperkuat di sekolah dan masyarakat. Pendidikan karakter dapat berkembang dengan baik melalui budaya sekolah yang mendukung. Pembentukan budaya sekolah (school culture) dapat dilakukan melalui serangkaian kegiatan: perencanaan, pelaksanaan pembelajaran yang lebih berorientasi pada peserta didik, dan penilaian yang bersifat komprehensif.
Pendidikan karakter dapat berkembang dengan baik melalui budaya sekolah yang mendukung. Pembentukan budaya sekolah (school culture) dapat dilakukan melalui serangkaian kegiatan: perencanaan, pelaksanaan pembelajaran yang lebih berorientasi pada peserta didik, dan penilaian yang bersifat komprehensif.
Perencanaan di tingkat sekolah adalah melakukan penguatan dalam penyusunan kurikulum di tingkat sekolah (KTSP), seperti menetapkan visi, misi, tujuan, struktur kurikulum, kalender akademik, penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Keseluruhan perencanaan sekolah yang bertitik tolak dari melakukan analisis kekuatan dan kebutuhan sekolah akan dapat dihasilkan program pendidikan yang lebih terarah yang tidak semata-mata berupa penguatan ranah pengetahuan dan keterampilan melainkan juga sikap prilaku yang akhirnya dapat membentuk ahklak budi luhur.
Mudah-mudahan tulisan ini menjadi inspirasi bagi kita dalam memajukan anak bangsa yang berkarakter mulia, menjadi tauladan dalam setiap jiwa yang merindukan gemilangnya masa depan bangsa dan Negara tercinta. Amin!
Kepustakaan
- Al Qur’anulkariim
- Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haikal
- Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, Kementerian Pendidikan Nasional
- Kemdiknas. (2010). Buku Induk Pembangunan Karakter. Jakarta.
- Kemdiknas. (2010). Desain Induk Pendidikan Karakter (hal. 8-9). Jakarta.
- Referensi lainnya
(Dimuat 2 hari di Lombok Post, 2012)
0 komentar: