Jika
apa yang kami lakukan itu buruk, maka bantulah kami untuk mencari tahu di mana
kebaikan itu. Jika apa yang kami persembahkan itu baik, maka bantulah kami
untuk mengerti juga apa-apa saja yang buruk itu. Apakah kami salah, apakah kami
benar, apakah kami dalam remang-remang kemusyrikan, yang jelas apa yang kami
lakukan adalah moral berharga demi kelangsungan kehidupan kami di bumi-Mu ini,
Tuhan!!!
--------------------------------------
BERBICARA
masalah
kebutuhan, maka tidak ada tanda komanya terlebih tanda titik sebagai akhirnya.
Kebutuhan akan materi menjadi sangat penting bagi kebutuhan kehidupan kita.
Namun, akhir-akhirnya moral masyarakat kita lebih membutuhkan “jabatan”
daripada kebutuhan sehari-harinya. Berbagai anggapan membuktikan keshahihan hal
tersebut, diantaranya panas teriknya bias kebohongan ketika kebijakan
pemerintah menetapkan para tenaga honorer yang masuk K1 dan K2.
Berbagai cara ditempuh demi sebuah
jabatan. Berbagai tipu daya menjadi sorotan Malaikat Raqib dan Atid dengan
catatan akhiratnya. Berbagai seruan validasi moral ketika ingin dan tidak yang
terbersit di sanubari kecil mereka. Mungkin hanya jabatan yang mampu merubah
kehidupan. Mungkin karena status, mereka akan tercatat menjadi warga di negeri sekeping
taman syurga ini. Mungkin hal itulah yang mengubah tahun pengabdian menjadi
lebih rendah, dan akhirnya mereka pun selamat dari kocar-kacir kebingungan para
pemimpinnya.
Untuk kita ketahui, semenjak
diberlakukannya sertifikasi menggunakan portofolio, masyarakat berduyun-duyun
mengubah nasib mereka. Mencari sertifikat kebajikan demi kelayakan sebuah
jabatan. Sekali lagi “jabatan”. Akhir-akhir ini kembali mencuat kebajikan yang
amat sangat luar biasa, jihad kebohongan demi tercapainya mimpi-mimpi mulia
mereka.
Apakah yang akan terjadi jika halal dan
haramnya kebaikan itu meretas tuntas segala yang membuat keresahan diri?
Mampukah mereka mempertanggungjawabkannya kelak ketika sumpah mengiringi
napas-napas suci dari buaian dzikir ibu dan tangis mereka ketika sanubari
berpisah dengan jasad sebagai penipu?
Ada hal yang menarik, jika kita
berbicara masalah kebohongan. Jika kebohongan demi kebaikan itu boleh, maka
kebohongan demi kebaikan hidup juga boleh kan??? Mohon dijelaskan para kiyai,
para tuan guru, dan para ‘alim ‘ulama supaya jangan sampai tanggungjawab dan
beban moral Anda yang mulia mendapat keburukan di sisi-Nya. Supaya masyarakat
kita juga mengerti apa yang seharusnya dilakukan.
Marilah kita sama-sama berpikir sejenak
seraya menafsirkan sebenarnya lika-liku dosa yang tetap dapat dihapus dengan
istighfar. Janganlah berbicara pahala jika tiap hari harus dilimuti dengan
dosa. Berdosakah kita yang menjalankan visi kebohongan demi kebaikan
kehidupan??? Kalau memang berdosa, dosa juga dapat dihapus. Sebenarnya
berbohong demi kebaikan itu hukumnya boleh atau sunnah sih??? Kalau boleh saja,
maka sah-sah saja kan jika harus menjadi pegawai negeri dengan kebohongan?
Terlebih lagi kalau dapat pahala…
Sebagai orang awam, seharusnya
dimengertikan, bukan diajak untuk merasakan diresahkan. Marilah para kiayi
menulis tentang hal tersebut. Sosialisasikan kitab halal dan haram supaya
negeri ini tetap aman, supaya negeri ini tidak selalu menggumamkan resah
nyenyaknya tidur dalam gumaman.
Ketika semuanya terselesaikan, tinggal
masyarakat yang mencernanya nanti. Karena saya yakin, teman-teman saya
melakukan hal tersebut demi kebaikan mereka. Namun, sebagai catatan kecil kita,
jika hak orang lain yang sewajarnya harus didapat kemudian kita ambil dengan
kejahatan, maka semestinya kita sadari bahwa bukan kebohongan dan kelicikan
yang semestinya dipersembahkan, melainkan prestasi yang mulia menjadi penjelas
ada tidaknya kita, pantas dan layakkah kita menjadi inspirasi bagi negeri ini.
Catatan kecil yang saya suguhkan ini
marilah kita jadikan cermin diri, bukan dijadikan sebagai bacaan ringkas yang
meresahkan kita sebagai orang yang tidak peduli pada nasib kita sendiri. Yang
sudah selamat, tetaplah berdoa dan memohon ampun kepada-Nya jika semuanya harus
dirasakan tidak baik. Namun, jika hal tersebut yang membuat Anda bangga dan
sombong, maka berhati-hatilah bahwa kebohongan itu akan berbicara kepada kita
semua bahwa “Bumi ini adalah hamparan kebohongan, bukan hamparan sujud para
penghuninya”
Bertafakurlah jika itu yang terbaik,
bukan berbangga diri. Bersiasat itu penting jika ditempatkan di lini terbaik
ini. Saya mendukung sepenuhnya siasat yang Saudara lakukan, namun semuanya
harus dipertanggungjawabkan. Saksinya adalah saya, dan hukumannya pun akan kita
dapatkan bersama. Jika gaji Anda nanti keluar, alangkah baiknya jika dibagi
menjadi sepuluh bagian, yang pertama untuk rambut Anda, kedua untuk mata Anda,
ketiga untuk telinga Anda, keempat untuk hidung Anda, kelima untuk mulut Anda,
keenam untuk leher Anda, ketujuh untuk tangan Anda, kedelapan untuk jari tangan
Anda, kesembilan untuk kaki Anda, terakhir telapak kaki Anda! Karena semuanya
itu akan menjadi saksi dirimu kelak ketika mulut tak lagi berbicara.
Jika otak kiri yang mendominasi harga
diri, maka kecerdasasan kita harus mengakui bahwa kita telah kalah dengan
orang-orang yang tidak sekolah. Di hadapan kita mereka bukan pegawai seperti
kita, namun di hadapan Tuhan mungkin mereka lebih mulia daripada kita yang
berseragam sepekan. Oleh karena itu, sampaikanlah salam kepada otakmu supaya
yang kanan difungsikan juga dengan pikiran keagamaan. Bertanyalah kepada hati
sucimu, karena di sana ada suara Tuhan. Berperangailah apa adanya, karena hal
tersebut dapat mengurangi keburukan kita. Eksistensi moral dan pencitraan diri
akan terlihat indah ketika apa-apa yang tidak baik itu menjadi aib yang selalu
disembunyikan dengan kebaikan dan napas-napas harapan untuk menjadi lebih baik
lagi. Jika nantinya semua itu terasa tidak baik, maka jangan sampai
ketidakbaikan itu terulang pada generasi suci yang engkau perjuangkan. Selamat
menunggu nasib dan semoga sukses, Kawan!!!!
Lombok Post, Mei 2012
0 komentar: