SHALAT JUM’ATNYA PAK PRESIDEN:
SAATNYA UMARA’, ULAMA’, DAN UMMAT BERSIMPUH
SAMA…!
Andai umara’, ulama’, dan ummat bersimpuh
sama,
Andai umara’, ulama’, dan ummat menghadap
bersama,
Andai umara’, ulama’, dan ummat tersimpul
dalam persembahan khusyu’ kepada Pencipta,
Kemuliaan, kebanggan, kedamaian pun akan
terengkuh dengan suasana canda.
Tuhan pasti bangga,
Karena Semua manusia adalah khalifah atas
kebijaksanaan-Nya.
Irilah Malaikat, kecut nyalilah iblis, dan
bidadari pun tersenyum dengan indahnya.
Allah merahmati, Allah Meridhoi, Allah
Melindungi.
Kita semua bahagia…!!!
--------------------------------------------
Suara adzan
berkumandang, hujanpun turun dengan sayup menuai keberkahan. Umara’ dengan koko
putih merapikan shaf di baris terdepan. Menghadap kiblat bersama ulama’
dan umara’ yang lain serta rakyat jelata
yang selalu sabar menunggu kehadiran senyumnya. Hanya lantunan titik-titik
hujan yang terdengar seusai panggilan Tuhan itu dikumandangkan dengan napas
kerinduan. Itu pertanda bahwa kehadiran umara’ di tengah umat menjadikan seribu
khusyu’ memuja Sang Pencipta.
Andai setiap Jum’at
Umara’ itu hadir di tengah umatnya di Tanah Seribu Masjid ini, menghadap Illahi
dari rumah Tuhan yang terkecil hingga keseribu rumah Tuhan yang lainnya. Maka
keistimewaan terbesar sebelum jabatannya usai akan menjadi inspiring maha luar
biasa bagi umara’ yang lainnya. Dekat dengan Allah, dengan dengan ummat.
Jumat hari ini
marilah kita jadikan sebagai momentum terindah diantara banyaknya ibadah kita,
di mana perasaan kita seakan-akan betul-betul berhari raya. Tidak sesepi jumat
biasanya. Wah… masjid tetangga jadi beberapa shaf saja. Luar biasa memang, di
Jakarta lapisan masyarakat kecewa karena konser Lady Gaga dibatalkan. Kecewanya
diakibatkan busuknya hati yang merindukan syetan itu hadir dalam decak kagum
dosa mereka. Di daerah kita, senyum indah masyarakat berduyun-duyun menghiasi
rumah Allah dengan datangnya Sang pemimpin ramah senyuman yang akan menemani mereka menjemput beribu-ribu
kebaikan dalam naungan Ridho Tuhan.
Hari ini,
anggapan orang yang hanya mementingkan kelicikan nurani generasi kita berubah
menjadi kebanggaan luar biasa, tatkala masjid dijadikan tempat untuk bertemu
dengan pujaan hatinya. Semula hanya artis dengan busana mewahnya terkerumuni di
lapangan becek oleh mereka yang tidak punya Tuhan. Hari ini kita sama-sama
saksikan, betapa luar biasanya para generasi bangsa naik ke masjid dengan
shaf-shaf lurus menengok dari atas ke bawah seakan-akan mereka adalah bagian
keluarga besar dari Umara’ yang mulia.
Khatib yang luar
biasa dengan kekhasan suara dan modelnya. Mampu mengubah tatanan nurani
ketidakkhusyu’an menjadi benar-benar khidmat. Semula, khutbah Jumat hanya
didengar oleh para calon tanah saja, hari ini kita harus bangga, generasi umat
ini penuh dengan perhatian, menyimak dan melengkapi bathinnya dengan gemericik
indah seruan kebaikan.
Tidak ada rasa
kantuk. Padahal pada hari Jumat kemarin, umat terbius dengan kebanggaan syetan.
Hari ini ummat terkagum dengan para pemimpinnya, para pemuka agamanya, para
gurunya, dan para petinggi serta orang-orang ‘alim bangsanya. Tidak ada tegur
ribut hingga akhir dari khutbah dikumandangkan. Hal ini mengisyaratkan dan kita
semua marilah merenungkan, jika saja para Umara’ dan Ulama’ bersatu baik dalam
tatanan pemerintahan. Jika saja para Ulama’ dan Umara’ mampu menghadirkan ummat
di rumah Allah setiap saat. Jika saja para Ulama’ dan Umara’ memprioritaskan
kepentingan spiritualnya ketimbang kepentingan politiknya, maka hari ini Allah SWT
menunjukkan bukti besar betapa indahnya masyarakat dalam desakan kepentingan
menghadap Tuhan-nya, bukan atas dasar kepentingan perut kosong mereka dari yang
halal dan yang haram.
Luar biasa… Jika
Bapak Presiden Jumatannya di Masjid Besar, maka Pak Gubernur, Pak Walikota
sambangi ummat di masjid-masjid kecil. Tidak ada bedanya bukan??? Karena Pak
Presiden dan Pak-Pak di daerah juga dihormati dan disegani. Tidak ada bedanya
juga, pasti khatibnya pun orang paling luar biasa di daerah tersebut. Imamnya
pun pasti orang keramat dan termulia di masjid itu. Jamaahnya pun pasti akan
sesak menunggu umara’nya memedulikan mereka. Pak-Pak yang Mulia akan
membuktikan betapa rindunya mereka disenyumi umara’nya, terlebih disalami
kemudian mencium tangan pembesarnya. Bukankah nama baik dan kemuliaan yang
membuat orang didoakan oleh sesamanya???
Khutbah usai
dikumandangkan, saatnya benar-benar menghadap dimulai dengan gema kebesaran.
Ayat-ayat suci dengan khusyu’nya terdengar dari sang Imam. Imam yang akan
membawa para Umara’ menuju Tuhan Yang Maha Kuasa. Meskipun panjang, namun
terasa begitu nikmatnya. Berdiri sama tinggi, ruku’ sama-sama membungkuk,
I’tidal sama-sama menyerah, Sujud sama-sama hina, duduk di antara dua sujud
sama-sama introspeksi, sujud lagi sama-sama terhina, salam sama-sama menengok
kebaikan dan keburukan. Subhanallah…
Akhirnya, detik
pertemuan dengannya harus berakhir dengan lambaian tangan. Riuh suara para
siswa-siswi dan rakyat kecil melantunkan kalimat kerinduan. Tidak ada
jargon-jargon aneh untuk membedakan mereka dengan orang besar. “Kalau tidak ada
saya, maka tidak ada kebanggaan besar untukmu yang mulia.” Mungkin kalimat
itulah yang terlahir dari nurani mereka. Tidak dikenal namun disuguhkan
senyuman.
Bapak kebanggaan
itu pun beranjak pergi, rintihan suara ummatnya seakan-akan bersedih. Itulah
pertanda bahwa ummat selalu merindukan pemimpin bangsanya, ummat selalu
mendoakan umara’nya, ummat selalu menanti kehadiran orang termulia di mimpinya.
Harapannya sudah terkabul, tinggal menunggu Jumat berikutnya, apakah sesak
jamaah kembali membanjiri rumah Allah yang besar, apakah khusyu’ tanpa kantuk
terlihat ketika khutbah dikumandangkan, dan apakah persembahan dalam shalat
akan terjalin khusyu’??? mudah-mudahan selalu dalam naungan keridhaan, bukan
karena ada pemimpin di tengah ibadah kita.
Inilah daerah
indah dari percikan syurga yang seharusnya aman. Inilah daerahnya para ulama’
dan seribu rumah Tuhan. Inilah daerah para pemimpi terwujudnya negeri yang
toyyibatun, rabbun, ghofuur… jangan sampai ternoda dengan busuknya caci maki,
jangan sampai terdosa dengan tinggi hati, jangan sampai terprovokasi dengan
manusia yang mencurangi harga diri.
Hal menarik yang
layak untuk kita tengok dan menjadi investasi masa depan bangsa, membumikan
cinta kepada pemimpin adalah budaya untuk mengenal Tuhan. Pemimpin harus
meberikan kabar indah kepada ummatnya, bahwa menaati pemimpin adalah kewajiban.
Berdosa jika tidak dilakukan. Namun, harus disadari juga, bahwa kesempurnaan
mimpi para pemimpin bangsa akan diridhoi manakala kewajibannya menengok nasib
ummat selalu ada dalam harapannya. Mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi semua
pemimpin ummat dan ulama.’
Lombok Post, Mei 2012
0 komentar: