Navigation Menu

Matematika Manusia

MATEMATIKA MANUSIA
Oleh : Usman Jayadi

TULISAN ini terinspirasi dari banyaknya etika kita selaku manusia yang seharusnya segera dimusnahkan. Kehidupan kita di muka bumi ini lazimnya harus penuh dengan perjuangan, jika kita menginginkan kehidupan yang baik dan sejahtera. Perjuangan yang dimaksud di sini adalah bukan perjuangan menggunakan senjata seperti para pahlawan, melainkan perjuangan yang di dalamnya penuh dengan toleransi. Akan tetapi, jika kita terus-menerus berjuang sementara kita melupakan diri kita sendiri, maka perjuangan yang kita lakukan tersebut sia-sia belaka.

Hemat saya, sebuah negara jika ingin maju maka hendaklah manusia yang ada di dalamnya terdidik menjadi manusia matematis. Mulai dari pimpinannya, sehingga rakyat atau anak buahnya pun pasti akan mencontoh dirinya. Manusia matematis adalah manusia yang selalu mempertimbangkan baik buruknya suatu perbuatan. Manusia matematis adalah manusia yang selalu menghitung dengan sebenar-benarnya tentang setiap perbuatan dan perkataan yang di dalamnya terdapat kebaikan dan keburukan. Manusia matematis adalah manusia yang selalu dengan sadar apa yang harus dijumlahkan, dikurangi, dibagikan, dan terkahir dikali-kalikan.

Ketika berbicara masalah matematika kehidupan, ada baiknya kita mempelajari bagian dari matematika keilmuan, yaitu bilangan prima. Bilangan prima merupakan bilangan yang hanya memiliki dua faktor, yaitu 1 dan bilangan itu sendiri. Jika kita hubungkan dengan diri kita selaku manusia matematis, maka manusia prima adalah manusia yang hanya memiliki dua jalan atau permasalahan, yaitu Tuhan (1) dan manusia itu sendiri. Artinya, jika menemukan berbagai masalah dalam kehidupan, maka yang dicari adalah Tuhan dan selalu mengintrospeksi dirinya selaku manusia tempatnya salah dan kekhilafan.

Teringat puisi H. Taufiq Ismail, Sebenarnya kita tidak punya apa-apa. Semua ini titipan saja. Badan kita, nyawa kita, istri kita, suami kita, anak kita, harta kita, jabatan, tabungan, tanah dan rumah. Semua ini titipan saja.

Semua yang terdapat pada bait-bait awal puisi di atas merupakan hak kita yang Allah titipkan atas perjuangan dan mungkin jerih payah kita. Satu pertanyaan yang harus kita sinkronkan dengan matematika bilangan prima, apakah titipan itu sudah kita syukuri kepada Tuhan (1) dan menjaganya dengan penuh pengorbanan?

Karena bagaimanapun semua yang tersebut di atas, akan kembali lagi kepada Tuhan (1) untuk kita pertanggungjawabkan kelak. Suatu hari barang titipan harus dikembalikan. Yang punya (Tuhan) tidak bilang kapan. Kita saja yang (harus) rapi menyiapkan. Malam ini, minggu depan, tahun depan, pokoknya harus dikembalikan. Demikian akhir dari puisi yang berjudul “Barang Titipan” tersebut.

Akhirnya, marilah kita menyadari akan kehidupan kita yang selalu saja bangga dengan harta, jabatan, dan keindahan rupa kita. Padahal, belum tentu apa yang kita banggakan tersebut benar-benar mendatangkan kebanggaan dari Allah, Tuhan yang memberikan kita titipan. Jangan sampai kita termasuk menjadi manusia yang hanya pandai berjuang, sementara syukur kepada yang memberi titipan terlupakan…

Lombok Post, 2012

0 komentar: